JOGJA  

Miris, 70 % Gaji Pegawai Habis Untuk Judi Online

Jogja, sumatrapost.id – Ditengah pesatnya perkembangan teknologi informasi, fenomena judi online semakin mengkhawatirkan, terutama dengan akses yang mudah melalui internet dan perangkat seluler.

Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana menyoroti persoalan kecanduan judi online yang kian memprihatinkan.

“Kami melihat semakin addict-nya (ketagihan) masyarakat melakukan judi online,” ucap Ivan.

Dia mengatakan, pihaknya menemukan adanya kelompok masyarakat yang menghabiskan hampir 70 persen dari gajinya untuk judi online. Padahal kelompok itu berpenghasilan maksimal Rp1 juta.

“Dulu orang terima Rp1 juta hanya akan menggunakan Rp100-Rp200 ribu untuk judi online. Kalau sekarang, sudah hampir Rp900 ribu dipakai untuk judi online,” katanya.

Data itu, kata Ivan, menjadi bagian pemaparan presentase penggunaan dana untuk judi online dibandingkan dengan penghasilan pada 2017 hingga 2023.

Di sisi lain, Ivan menyebut data itu turut dikonfirmasi dengan data jumlah pelaku judi online berdasarkan nominal deposit di rekening bank.

“Jumlah terbesar pelaku judi online di kita adalah masyarakat yang melakukan deposit kecil. Jadi depositnya cenderung Rp100 ribu sampai Rp1 juta,” ucapnya.

Sementara itu, sekitar 25,15 persen masyarakat melakukan deposit pada judi online sekitar Rp10 ribu hingga Rp100 ribu.

Praktisi hukum dan advokat Musthafa SH menyatakan kekhawatirannya terhadap maraknya kasus judi online di era teknologi dan digitalisasi yang makin canggih yang kini menjangkau berbagai kalangan masyarakat, termasuk generasi muda.

“Judi online kini bisa diakses siapa saja, kapan saja, dan di mana saja. Dengan dukungan teknologi yang semakin canggih, para pelaku judi online berhasil menciptakan jaringan yang sulit dilacak dan diatasi. Ini adalah ancaman serius bagi masyarakat, terutama generasi muda yang rentan terpengaruh,” ujar Musthafa SH.

Musthafa menjelaskan bahwa judi online memanfaatkan teknologi enkripsi, server asing, dan metode pembayaran digital untuk menyembunyikan transaksi dan identitas pelaku.

“Dengan menggunakan teknologi yang rumit, para bandar judi online sering kali menghindari pantauan pihak berwenang. Ini menunjukkan perlunya pendekatan baru dalam penegakan hukum yang didukung teknologi untuk mengatasi fenomena ini,” jelasnya.

Menurut Musthafa, selain aspek hukum, penting juga untuk memberikan edukasi kepada masyarakat tentang bahaya judi online.

“Judi online tidak hanya menyebabkan kerugian finansial, tetapi juga berdampak pada kesehatan mental dan moral masyarakat. Banyak orang yang terjebak hutang dan kehilangan pekerjaan karena kecanduan judi online,” tambahnya.

Musthafa juga menggarisbawahi peran pemerintah cq Kominfo dalam memperkuat pengawasan terhadap aktivitas daring yang mencurigakan.

“Dibutuhkan kerjasama yang kuat antara lembaga pemerintah, penyedia layanan internet, dan masyarakat untuk memblokir situs-situs judi online serta menghentikan penyebaran aplikasi perjudian. Selain itu, pemerintah perlu memperketat regulasi dan memberlakukan sanksi yang lebih tegas,” ungkapnya.